Cinta yang agung
~ Khalil
Gibran ~
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’
Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu
menitikan air mata dan masih peduli terhadapnya,
adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan
kamu masih menunggunya dengan setia.
Adalah ketika di mulai mencintai orang lain dan
kamu masih bisa tersenyum dan berkata
” aku turut berbahagia untukmu ”
Mungkin akan tiba saatnya di mana kamu harus
berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang
itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita
menyadari bahwa orang iu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya.
Apabila cinta tidak berhasil…BEBASKAN dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi ..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu TIDAK perlu mati
bersamanya…
Hidupku dalam keadaan koma, kosong seperti hidup Adam di Surga, ketika aku
melihat Selma berdiri di hadapanku seperti berkas cahaya. Perempuan itu adalah
Hawa hatiku yang memenuhinya dengan rahasia dan keajaiban dan membuatku paham
akan makna hidup…………….
Namun, sekarangkah saatnya kehidupan akan memisahkan kita agar engkau bisa
memperoleh keagungan seorang lelaki dan aku kewajiban seorang perempuan?
Untuk inikah maka lembah menelan nyanyian burung bul-bul ke dalam
relung-relungnya, dan angin memporakporandakan daun-daun mahkota bunga mawar,
dan kaki-kaki menginjak-injak piala anggur? Sia-siakah segala malam yang kita
lalui bersama dalam cahaya rembulan di bawah pohon melati, tempat dua jiwa kita
menyatu?
Apakah kita terbang dengan gagah perkasa menuju bintang-bintang hingga
lelap sayap-sayap kita, lalu sekarang kita turun ke dalam jurang? Atau tidurkah
cinta ketika ia mendatangi kita, lalu, ketika ia terbangun, menjadi marah dan
memutuskan untuk menghukum kita?
Ataukah jiwa-jiwa kita mengubah angin malam yang sepoi menjadi angin ribut
yang mengoyak-ngoyak kita menjadi berkeping-keping dan meniup kita bagai debu
ke dasar lembah? Kita tak melanggar perintah apa pun; kita pun tak mencicipi
buah terlarang; lalu apa yang memaksa kita meninggalkan sorga ini?
Kita tidak pernah berkomplot atau menggerakkan pemberontakan, lalu mengapa
sekarang terjun ke neraka? Tidak, tidak, saat-saat yang menyatukan kita lebih
agung daripada abad-abad yang berlalu, dan cahaya yang menerang jiwa-jiwa kita
lebih perkasa daripada kegelapan; dan jika sang prahara memisahkan kita di
lautan yang buas ini, sang bayu akan menyatukan kita di pantai yang tenang, dan
jika hidup ini membantai kita, maut akan menyatukan kita lagi.
Hati nurani seorang wanita tak berubah oleh waktu dan musim; bahkan jika
mati abadi, hati itu takkan hilang murca. Hati seorang wanita laksana sebuah
padang yang berubah jadi medan pertempuran; seudah pohon-pohon ditumbangkan dan
rerumputan terbakar dan batu-batu karang memerah oleh darah dan bumi ditanami
dengan tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak, ia akan tenang dan diam seolah
tak ada sesuatu pun terjadi karena musim semi dan musim gugur datang pada waktunya
dan memulai pekerjaannya…